Tuesday, September 22, 2020

Pendidik itu Kerja Ikhlas.

 Halo semua, kembali lagi dengan aku. Aku akan mulai lagi dengan berbagi cerita. Aktivitasku sekarang masih menjadi pejuang skripsi, sambil menunggu sidang tiba aku bingung mau melakukan apa. Tiba tiba aku ingat kalau aku berada di Malang terus aku akan menghabiskan uang banyak. Karena aku masih ada tanggungan skripsi. Orang tuaku melarangku untuk bekerja. Tetapi jiwa pembangkangku bergejolak, aku nggak bisa hidup tanpa pemasukan dan hanya mengandalkan uang dari orang tua. Dari situ aku berfikir pekerjaan yang tidak memberatkanku dan tetap fokus dengan skripsiku. Oiya sebelumnya aku juga sudah bekerja menjadi freelance membuat aplikasi. Tapi gara-gara kerjaan itu, skripsiku jadi ternomor-duakan. Cukuplah itu yang membuatku menunda mengerjakan skripsi, selain membantu orang-orang di rumah. Pekerjaan yang tidak memberatkanku ? tiba-tiba aku kepikiran menjadi guru les privat. Semester awal kuliah aku sudah sempat menjadi guru les privat. Jadi aku punya kontak lembaga les privat. Aku langsung menghubungi kontak itu dan bertanya apakah ada lowongan kerja. Alhamdulillah ada katanya. Selang beberapa hari aku dihubungi adminnya dan disuruh mengajar di perumahan tentara. Akhirnya aku berangkat dengan senang hati. Malamnya aku ditawarin mengajar anak-anak SD berkelompok di daerah kota malang. Aku terima itu.

Dua hari setelahnya aku diajak untuk mengajar disana. Lima anak yang berada didepanku dan dengan durasi ngajar 2 jam aku akan mengajar anak-anak tersebut secara bergiliran. Pertama kali aku ngajar anak berkelompok. Jujur, bingung banget gimana ngaturnya. Mereka berbeda kelas dan berbeda sekolah. Ada yang TK Besar, SD kelas 1, SD kelas 3, SD kelas 4 ada 2 anak. Salah satu anak di kelas 4 itu ada yang tidak bisa membaca. Huruf X dan Y aja dibaca W. Iyaa, huruf abjad belum hafal. Jadi selama ini dia kok bisa lompat ke kelas 4. *Itu pertanyaannku. Tapi dia pinter di matematika. *Alhamdulillah. Kesan pertamaku mengajar anak-anak itu adalah merasa senang dan takut kalau mereka nggak nyaman belajar bersamaku. Karena mereka polos banget kalau gak suka ya bilang gak suka. Mereka akan berkata jujur dan sangking lucunya mereka sudah aku anggap kayak adek sendiri.

Hari berikutnya aku ngajar lagi jam 6 sore. Ternyata yang datang ada sembilan anak. Tiga dari mereka kelas 6 dan cowok. Ramai gak karuan. Sehingga mengganggu anak anak lain yang sedang belajar. Aku pun mengatur strategi. Anak anak itu aku suruh keluar dan tak suruh kembali lagi jam 7. Kemudian mereka pun menyetujui. Akupun fokus ke 6 anak didepanku. Satu persatu aku tanya ada PR apa hari ini, mau belajar apa dan lain lain. Mereka pun menjawabnya dengan lucu. Kemudian aku berikan latihan soal-soal di lembaran kertas sesuai dengan apa yang ingin mereka pelajari. 45 menit berlalu.

Kemudian datang anak-anak ramai itu. Aku tanya ada PR nggak jawabnya nggak ada. Kemudian aku kasih tugas perkalian. Alhamdulillah mereka fokus mengerjakan. Kemudian aku fokus ke yang lain. Lama kelamaan suasana menjadi tidak kondusif, ada yang ingin tugasnya segera dinilai, ada yang ingin diajari segera mungkin, ada yang bilang "kak, aku belum kak", ada yang dipojokan maenan hp terus dan PRnya belum aku ajari karena fokus ke yang lain, dan ada yang coret core papan tulis. Kemudian 30 menit terakhir aku kumpulkan mereka menjadi satu. Aku ajakin main tebak-tebakan perkalian 3 menjadi teknisi, aku menjadi juri dan 6 lainnya bersedia menjadi peserta. Alhamdulillah mereka mendengarkanku dan melakukan perintahku. Kemudian kita beradu ketangkasan, beradu ketepatan, beradu emosi, beradu pemikiran dan beradu tawa. Akhirnya tiga nama anak pun keluar sebagai pemenang. 

Malamnya aku berniat untuk memberikan reward kepada anak-anak yang menang game. Aku tanya ke admin berapa bayaranku ngajar di mereka. Apakah saya seperti tarif dulu kala atau tidak. Ternyata mereka melakukan perjanjian kepada salah satu bapak anak tersebut kalau pembayaran les sebesar 5rb x jumlah anak. Aku pun sedikit syok. Karena upah yang biasa aku dapatkan untuk hitungan satu anak di kota malang lumayan banyak. Akhirnya admin menjelaskan bahwa mereka semua anak orang kurang punya.

Akupun mulai tersadar bahwa lingkungan yang aku tempati les memang di daerah ruko-ruko terminal kota. Daerah yang menurutku rada kotor dan menyeramkan. Tapi aku berusaha berani aja dan semoga tidak terjadi apa-apa. Aku nggak menyangka di Kota ini ada seperti itu. Aku nggak tega melihat mereka minim pengetahuan. Melihat sekarang sedang pandemi aku juga nggak tega melihat mereka belajar sendiri. Akan kuteruskan langkah ini.